KPPU otomotif

KPPU Diimbau Lebih Aktif Mengawasi Praktik Monopoli di Industri Otomotif

Jakarta – Praktik perjanjian eksklusivitas antara pabrikan pemegang merek dan distributor di industri otomotif Indonesia semakin marak, menciptakan potensi monopoli yang mengancam kompetisi usaha yang sehat.

Meski demikian, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) hanya bisa bertindak jika menerima laporan dari pelaku usaha, yang memicu kritik bahwa lembaga ini seharusnya lebih proaktif dalam menjalankan fungsinya sebagai pengawas pasar.

Sutrisno Iwantono, konsultan hukum persaingan usaha dan pendiri Iwant & Co Antimonopoly Counselor, menekankan bahwa KPPU perlu lebih aktif mengidentifikasi dan mempelajari isu pasar, terutama yang berdampak luas bagi kepentingan publik. “Ya perlu lebih aktif lagi. Lebih aktif mengkaji ada isu apa, dia masuk, dia pelajari,” ujar Sutrisno.

Menurut Sutrisno, keterbatasan sumber daya bukan alasan bagi KPPU untuk mengabaikan tugas pengawasan. KPPU seharusnya lebih profesional dan beradaptasi dengan kompleksitas industri.

“Yang perlu ditingkatkan (juga) profesionalitasnya…karena masalah perusahaan bisnis, masalah perusahaan industri itu kan tidak mudah ya. Ada dimensi ekonomi, ada dimensi hukum, yang itu betul-betul membutuhkan orang yang kompeten,” tegasnya.

Senada dengan Sutrisno, Ikhwan Primanda, Pengurus DPN Apindo Bidang Industri Manufaktur, menyampaikan bahwa pendekatan KPPU masih terlalu teoritis, seolah mengikuti panduan textbook tanpa memahami dinamika pasar.

Ia bahkan menyebut bahwa personel KPPU sering terlambat menanggapi laporan, sehingga beberapa kali terjadi kecolongan terkait dominasi pasar.

Dealer Tertekan oleh Perjanjian Eksklusivitas

Berdasarkan informasi dari sumber anonim Tirto.id, praktik eksklusivitas ini banyak dilakukan oleh merek otomotif asal Jepang. Brand-brand ini membatasi ruang gerak dealer untuk menjual merek lain, menciptakan tekanan bagi dealer yang memiliki posisi daya tawar lemah. “Dealer agreement-nya beda dengan yang sekarang kalau yang sekarang sama sekali gak boleh,” ungkap sumber tersebut.

Meski merugikan, dealer seringkali enggan menempuh jalur hukum karena adanya pertimbangan etika bisnis. Asosiasi atau kamar dagang Jepang di Indonesia, seperti Japan External Trade Organization (JETRO), juga tidak dapat membantu memediasi konflik antara pabrikan dan dealer, dan hanya berperan sebagai konsultan bisnis.

KPPU sebagai Jembatan untuk Iklim Usaha yang Lebih Kompetitif

Minimnya dukungan lembaga mediasi membuat KPPU diharapkan dapat mengisi kekosongan ini. Dengan menjalankan perannya secara optimal, KPPU bisa menjadi mitra strategis bagi pelaku usaha, baik dalam hal pengawasan maupun penyelesaian konflik. Langkah ini diyakini dapat menciptakan iklim industri yang lebih kompetitif dan berkelanjutan di Indonesia.

Melalui pendekatan yang lebih proaktif dan profesional, KPPU dapat memperkuat ekosistem industri yang inovatif serta mendorong terciptanya persaingan usaha yang adil dan sehat.

Baca Juga: Mitsubishi Perkuat Kualitas Layanan untuk Hadapi Persaingan Otomotif Tiongkok

Sumber: tirto.id

Scroll to Top