EV

Perang Harga Mobil Listrik: Produsen Jepang Kewalahan Hadapi Gempuran Merek China di Bawah Rp200 Juta

Jakarta, 2 Agustus 2025 — Industri otomotif global sedang menghadapi gelombang persaingan baru yang semakin intens, dipicu oleh gencarnya peluncuran mobil listrik (battery electric vehicle/BEV) asal China yang dibanderol di bawah harga Rp200 juta. Fenomena ini tidak hanya mengejutkan konsumen, tetapi juga membuat banyak produsen otomotif asal Jepang kewalahan dalam meresponsnya.

Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, mengungkapkan bahwa produsen Jepang terlihat cukup tertinggal dalam mengadopsi teknologi BEV secara agresif. Menurutnya, hal ini disebabkan oleh pendekatan yang lebih konservatif dari Jepang dalam menyikapi transisi kendaraan berbasis internal combustion engine (ICE) menuju listrik penuh.

“Merek-merek Jepang seperti terkesan terlambat merespons dinamika cepat yang terjadi, karena pada awalnya mereka lebih memilih strategi yang berfokus pada teknologi hybrid, yang sudah terbukti efektif dan stabil,” kata Yannes kepada Bloomberg Technoz.

Strategi Bertahap Ala Jepang

Pendekatan bertahap atau incremental innovation menjadi dasar dari strategi Jepang selama ini. Mereka menjalankan transisi dari kendaraan berbahan bakar bensin (ICE), ke hybrid electric vehicle (HEV), kemudian plug-in hybrid electric vehicle (PHEV), dan bahkan fuel cell electric vehicle (FCeV), sebelum akhirnya benar-benar masuk ke BEV.

“Strategi ini memberikan kesan bahwa mereka memilih pendekatan wait and see dalam menghadapi tren elektrifikasi global,” ujar Yannes. “Mereka juga lebih berhati-hati dalam mengadopsi BEV karena memerlukan investasi yang sangat besar, serta ada risiko tinggi dalam meninggalkan teknologi ICE yang sudah sangat mapan.”

Faktor lain yang membuat Jepang cenderung lambat dalam menggarap pasar mobil listrik adalah persoalan infrastruktur. Keterbatasan sarana pengisian daya menjadi pertimbangan penting yang turut memengaruhi strategi jangka panjang para produsen Negeri Sakura.

BEV Meledak, Jepang Terdesak

Ledakan penjualan BEV secara global dalam beberapa tahun terakhir—dimulai dari dominasi Tesla, lalu disusul oleh merek-merek asal Tiongkok seperti BYD, Wuling, dan Neta—akhirnya mendorong Jepang untuk mengejar ketertinggalannya.

“Begitu melihat tren BEV yang meledak, para produsen Jepang mulai berupaya bergerak cepat. Namun sayangnya, ini terjadi setelah keputusan strategis mereka sebelumnya yang terlalu hati-hati,” papar Yannes.

Meski demikian, ia memprediksi bahwa dalam waktu dekat—antara satu hingga dua tahun ke depan—produsen seperti Toyota dan Honda akan semakin agresif dalam bermain di segmen BEV. Langkah ini dianggap sebagai bentuk adaptasi terhadap tren global serta respons atas tekanan persaingan dari China yang kian tajam.

Branding Kuat Jadi Andalan

Meskipun tertinggal dalam hal kecepatan adopsi teknologi listrik, Yannes menyebut bahwa produsen Jepang memiliki keuntungan besar dalam hal reputasi dan kepercayaan merek di pasar Indonesia.

“Branding yang sudah kuat ini bisa menjadi senjata utama Jepang dalam merebut kembali pasar BEV, khususnya di rentang harga Rp200-400 juta yang saat ini mulai dikuasai merek-merek China,” jelasnya.

Konsumen Indonesia yang sudah lama menggunakan produk Jepang diyakini akan lebih mudah menerima mobil listrik dari merek-merek seperti Toyota, Honda, maupun Nissan, apabila harganya mampu bersaing dan fiturnya setara dengan kompetitor.

“Teknologi hybrid yang telah mereka kembangkan selama bertahun-tahun juga bisa menjadi fondasi yang sangat kuat dalam mengembangkan BEV secara efisien,” tambah Yannes.

Tantangan Utama: Harga dan Fitur

Namun, meski memiliki keunggulan merek dan rekam jejak teknologi, produsen Jepang masih harus menghadapi pekerjaan rumah yang berat. Tantangan utamanya adalah menyajikan produk BEV yang fiturnya setara atau bahkan lebih unggul dibandingkan merek China, dalam kisaran harga yang sama.

“Tinggal mampukah Jepang memberikan fitur yang setara dengan produk China dalam range harga yang sama? Itu dia PR besarnya,” tutup Yannes.

Dengan semakin ketatnya persaingan di pasar mobil listrik global dan nasional, perang harga yang dipicu oleh merek-merek China diperkirakan akan menjadi pemicu disrupsi besar dalam peta industri otomotif. Kini, mata dunia menanti langkah strategis Jepang untuk bangkit dan bersaing dalam era kendaraan tanpa emisi ini.

Scroll to Top