Mobil terbang, yang selama puluhan tahun hanya menjadi fantasi dalam film fiksi ilmiah, kini mulai menapaki kenyataan sebagai solusi transportasi masa depan. Perkembangan pesat teknologi, kebutuhan akan mobilitas yang lebih efisien, serta kemacetan kronis di kota-kota besar mendorong lahirnya era baru mobilitas udara perkotaan (Urban Air Mobility/UAM) berbasis kendaraan electric vertical take-off and landing (eVTOL).
Laporan ini membahas secara komprehensif perkembangan teknologi mobil terbang global hingga 2025, pemain utama industri, tantangan teknis dan regulasi, prediksi adopsi, serta potensi dan tantangan penerapannya di Indonesia.
Ringkasan Perkembangan Teknologi Mobil Terbang Global 2020–2025
Dalam satu dekade terakhir, lebih dari 800 konsep eVTOL telah dikembangkan di seluruh dunia, dengan berbagai konfigurasi seperti multicopter, tilt-rotor, lift+cruise, dan vectored thrust. Investasi besar-besaran dari perusahaan otomotif, penerbangan, dan modal ventura telah mendorong kemajuan pesat, dari sekadar prototipe hingga uji coba publik di kota-kota besar seperti Tokyo, Dubai, Singapura, Guangzhou, dan Osaka.
Pada 2025, sejumlah perusahaan telah berhasil melakukan uji coba mobil terbang secara terbatas di lingkungan urban. Di Tokyo, SkyDrive SD-07 sukses menempuh jarak 10 km dengan kecepatan hingga 120 km/jam. Dubai meluncurkan armada mobil terbang tak berawak sebagai bagian dari program transportasi udara publik. Di Guangzhou, XPeng AeroHT memamerkan berbagai prototipe eVTOL di Smart Flight Future Camp, menandai kesiapan Tiongkok sebagai salah satu pemain utama.
Teknologi eVTOL kini didukung oleh kemajuan baterai, sistem propulsi listrik, material ringan, serta perangkat lunak navigasi dan otonomi yang semakin canggih. Kapasitas penumpang umumnya 2–6 orang, dengan kecepatan maksimum 120–200 km/jam dan jarak tempuh 20–150 km, tergantung konfigurasi dan teknologi baterai.
Perusahaan Besar dan Pemain Kunci Pengembang Mobil Terbang
Industri mobil terbang didominasi oleh kombinasi perusahaan raksasa penerbangan, otomotif, dan startup inovatif. Berikut adalah beberapa pemain utama beserta karakteristik produk andalannya:
| Perusahaan | Negara | Model/Produk | Tipe eVTOL | Kapasitas | Jangkauan | Status Sertifikasi | Catatan Utama |
|---|---|---|---|---|---|---|---|
| Joby Aviation | AS | Joby S4 | Tilt-rotor | 4+1 | 150–200 km | Proses FAA | Mitra Toyota, Delta, Uber |
| Archer Aviation | AS | Midnight | Lift+cruise | 4+1 | 30–50 km | Proses FAA | Fokus urban, mitra United |
| Lilium | Jerman | Lilium Jet | Vectored thrust | 6+1 | 155 km | Proses EASA | Ducted fan, regional |
| Volocopter | Jerman | VoloCity | Multirotor | 2 | 22 km | Proses EASA | Demonstrasi di Singapura |
| EHang | Tiongkok | EH216-S | Multirotor | 2 | 21 km | Sertifikat CAAC | Otonom, sudah komersial |
| XPeng AeroHT | Tiongkok | X2, Voyager X2 | Multirotor | 2 | 35 km | Uji coba | Demonstrasi di Guangzhou |
| SkyDrive | Jepang | SD-05, SD-07 | Multirotor | 2–3 | 15–40 km | Uji coba | Uji publik di Osaka |
| Eve Air Mobility | Brasil | Eve | Lift+cruise | 4+1 | 60 mil | Proses FAA/EASA | Spin-off Embraer |
| Terrafugia (Geely) | AS/Tiongkok | Transition, TF-2 | Tilt-rotor | 2–4 | 800 km* | Proses | Hybrid, sudah diakuisisi Geely |
| PAL-V | Belanda | Liberty | Gyrocopter | 2 | 400–500 km | Proses EASA | Bisa di jalan raya |
*Catatan: Jangkauan untuk model hybrid/bensin.
Analisis Perusahaan Utama:
- Joby Aviation menonjol dalam hal jangkauan dan kecepatan, serta kemitraan strategis dengan Toyota dan Delta. Joby telah melakukan lebih dari 1.000 uji terbang dan menjadi kandidat terdepan untuk sertifikasi FAA di AS.
- Archer Aviation fokus pada rute urban jarak pendek dengan frekuensi tinggi, didukung oleh pesanan besar dari United Airlines dan kemitraan produksi dengan Stellantis.
- Lilium menawarkan solusi regional dengan desain ducted fan unik, menargetkan rute antar kota dan telah mengamankan pesanan dari Azul Airlines dan operator Eropa.
- EHang menjadi produsen pertama yang memperoleh sertifikasi tipe eVTOL dari otoritas Tiongkok (CAAC), mengoperasikan layanan komersial otonom di beberapa kota di Tiongkok.
- SkyDrive dan XPeng AeroHT memperkuat posisi Asia dengan uji coba publik di Jepang dan Tiongkok, serta kolaborasi dengan produsen otomotif besar seperti Suzuki dan Geely.
Prototipe dan Produk yang Sudah Diuji Coba: Spesifikasi dan Studi Kasus
Studi Kasus Global
- SkyDrive SD-07 (Jepang): Uji coba di Tokyo dan Osaka, kapasitas 2 penumpang, kecepatan maksimum 120 km/jam, jarak tempuh 10–30 km, 100% listrik, waktu isi ulang 30 menit. Target komersialisasi pada Expo 2025 Osaka dan layanan urban pada 2027–2028.
- EHang EH216-S (Tiongkok): Sertifikasi tipe CAAC, otonom, kapasitas 2 penumpang, jarak tempuh 21 km, telah digunakan untuk turisme dan demonstrasi di Guangzhou, Shenzhen, dan kota lain.
- XPeng AeroHT X2 (Tiongkok): Uji coba di Guangzhou, kapasitas 2 penumpang, desain futuristik, integrasi dengan kendaraan darat listrik.
- Volocopter VoloCity (Jerman): Demonstrasi di Singapura, Paris, dan Dubai, kapasitas 2 penumpang, 18 rotor, jarak tempuh 22 km, waktu terbang 15–20 menit.
- Joby S4 (AS): Jangkauan 150–200 km, kecepatan 200 km/jam, kapasitas 4+1, lebih dari 1.000 uji terbang, mitra Uber dan Delta.
- Lilium Jet (Jerman): 36 ducted fan, kapasitas 6+1, jangkauan 155 km, kecepatan 175 mph, fokus pada rute regional.
Studi Kasus Asia dan Uji Lapangan
- Tokyo & Osaka (Jepang): Uji coba SkyDrive SD-05/SD-07 di Expo 2025 Osaka dan Osakako Vertiport, menarik ribuan penonton dan memperkuat penerimaan publik.
- Dubai (UEA): Demonstrasi Volocopter dan EHang dalam program transportasi udara publik, menandai kesiapan infrastruktur dan regulasi di Timur Tengah.
- Guangzhou (Tiongkok): XPeng AeroHT memamerkan berbagai prototipe eVTOL di Smart Flight Future Camp, menampilkan integrasi dengan kendaraan listrik darat.
Perkembangan Mobil Terbang di Indonesia dan Proyek Lokal
Inisiatif dan Kolaborasi Lokal
Indonesia mulai menunjukkan keseriusan dalam pengembangan mobil terbang, baik melalui kolaborasi internasional maupun inisiatif lokal:
- Vela Aero – Vela Alpha: Startup Indonesia berbasis di Bandung, bekerja sama dengan PT Dirgantara Indonesia (PTDI), mengembangkan taksi terbang Vela Alpha. Spesifikasi: eVTOL/hybrid VTOL, kapasitas 1 pilot + 4 penumpang, jangkauan 100 km (listrik) hingga 400–500 km (hybrid), kecepatan maksimum 250 km/jam, 8 baling-baling vertikal, waktu tempuh Jakarta–Soekarno Hatta hanya 8 menit.
- Geely/Aerofugia: Anak perusahaan Geely, Aerofugia, telah mendaftarkan desain mobil terbang eVTOL tilt-rotor di Indonesia, menandakan potensi transfer teknologi dan investasi asing di sektor UAM nasional.
- Uji Coba di IKN: Model UAM Korea Selatan diuji di kawasan KIPP 1A Ibu Kota Nusantara (IKN), sebagai bagian dari perencanaan smart city dan transportasi masa depan.
- Peluncuran Perdana Mobil Terbang (2024): Kolaborasi perusahaan teknologi Indonesia dan mitra internasional, dengan demonstrasi di Bandara Soekarno-Hatta, menandai babak baru transportasi udara nasional.
Spesifikasi Vela Alpha (Indonesia)
| Parameter | Nilai/Deskripsi |
|---|---|
| Tipe | eVTOL/hybrid VTOL |
| Kapasitas | 1 pilot + 4 penumpang |
| Jangkauan | 100 km (listrik), 400–500 km (hybrid) |
| Kecepatan Maksimum | 250 km/jam |
| Waktu Tempuh Jakarta–Soetta | 8 menit |
| Energi | 8 baterai (listrik), mesin hybrid |
| Berat MTOW | 2.850 kg |
| Sertifikasi | Target FAA & Kemenhub 2028 |
| Produksi | Kolaborasi Vela Aero–PTDI Bandung |
| Harga Perkiraan | US$ 1,5–2 juta/unit |
Vela Alpha menargetkan sertifikasi dan layanan komersial pada 2028, dengan potensi produksi massal di fasilitas PTDI Bandung.
Tantangan Teknis Utama: Baterai, Propulsi, Keselamatan, dan Otonomi
1. Teknologi Baterai dan Propulsi
- Kepadatan Energi: Baterai lithium-ion saat ini (230–260 Wh/kg) masih membatasi jarak tempuh dan waktu terbang eVTOL. Untuk misi urban (10–30 km), baterai sudah cukup, namun untuk rute regional atau antar pulau, diperlukan inovasi baterai solid-state atau hybrid.
- Sistem Propulsi: Tiga konfigurasi utama: multicopter (stabil, sederhana, jarak pendek), tilt-rotor (efisien untuk lepas landas dan jelajah, kompleksitas tinggi), lift+cruise (kompromi antara hover dan cruise).
- Pengisian Daya: Pengisian cepat DC (300–1.000 kW) diperlukan untuk turnaround <30 menit di vertiport. Infrastruktur listrik dan pendinginan menjadi tantangan besar.
2. Sistem Kontrol, Otonomi, dan Navigasi
- Kontrol Transisi: Perpindahan dari mode VTOL ke cruise memerlukan kontrol non-linear dan algoritma canggih (PID, MPC, INDI, ADRC, machine learning) untuk menjaga stabilitas dan efisiensi.
- Deteksi dan Penghindaran: Sistem LiDAR, radar, kamera, dan ADS-B digunakan untuk deteksi tabrakan dan penghindaran otomatis di koridor UAM.
- Otonomi: Pengembangan autopilot redundant (4x) dan sistem fail-operational menjadi syarat utama sertifikasi dan keselamatan.
3. Keselamatan dan Redundansi
- Redundansi Motor dan Sistem: eVTOL harus tetap bisa mendarat aman jika satu atau lebih motor gagal. Sistem kontrol dan sensor harus memiliki backup dan deteksi kegagalan real-time.
- Kondisi Cuaca: Turbulensi, hujan deras, dan angin kencang menjadi tantangan di wilayah tropis seperti Indonesia. Sistem navigasi dan kontrol harus mampu beradaptasi dengan cepat.
4. Infrastruktur Pendukung
- Vertiport: Desain modular, minimalis, dan fleksibel (misal Voloport, Lilium modular) dengan area FATO, TLOF, charging, dan maintenance. Lokasi bisa di atap gedung, bandara, pelabuhan, atau kawasan TOD.
- Jaringan Listrik: Penambahan beban pengisian eVTOL dapat menyebabkan undervoltage dan overload pada transformator. Solusi: peningkatan infrastruktur, microgrid, dan integrasi energi terbarukan.
Tantangan Regulasi dan Manajemen Lalu Lintas Udara Rendah (UAM)
1. Sertifikasi dan Standar Internasional
- FAA (AS) & EASA (Eropa): Mulai 2024–2025, FAA dan EASA telah menyusun kerangka sertifikasi eVTOL (AC 21.17-4, SC-VTOL, AMC/GM 2025/012/R), mencakup desain, pelatihan pilot, maintenance, dan operasi UAM.
- China CAAC: EHang menjadi eVTOL pertama yang memperoleh sertifikasi tipe, membuka jalan bagi adopsi komersial di Asia.
2. Manajemen Lalu Lintas Udara Perkotaan
- UAM Corridor: Jalur udara khusus di ketinggian rendah, terintegrasi dengan sistem ATM/UTM berbasis AI dan sensor, untuk menghindari tabrakan dan mengatur kepadatan lalu lintas.
- Privasi dan Keamanan Siber: Pemerintah harus mengatur perlindungan data, pembatasan perekaman udara, dan keamanan siber untuk mencegah peretasan sistem otonom.
3. Aspek Hukum dan Asuransi
- Tanggung Jawab Kecelakaan: Regulasi harus mengatur siapa yang bertanggung jawab dalam kecelakaan (produsen, operator, pengembang perangkat lunak, atau pilot) serta standar asuransi wajib.
- Sertifikasi Pilot: Standar pelatihan dan lisensi pilot eVTOL harus disesuaikan dengan tingkat otonomi dan kompleksitas kendaraan.
4. Regulasi di Indonesia
- Kekosongan Regulasi: Indonesia belum memiliki regulasi spesifik untuk eVTOL dan vertiport. Saat ini masih mengacu pada CASR, peraturan helipad, dan ICAO Annex 14 Vol II. Diperlukan regulatory sandbox untuk uji coba dan pengembangan standar nasional.
- Roadmap Nasional: Perlu roadmap riset, regulasi, dan investasi infrastruktur untuk mendukung adopsi UAM di Indonesia, termasuk integrasi dengan sistem transportasi eksisting.
Infrastruktur yang Dibutuhkan: Vertiport, Charging, Maintenance
1. Vertiport
- Desain Modular: Vertiport modern (misal Voloport, Lilium modular) dapat dibangun di lahan seluas dua lapangan tenis, atap gedung, atau pelabuhan. Fasilitas meliputi FATO, TLOF, charging station, ruang tunggu, dan maintenance.
- Kapasitas: Mulai dari dua pesawat (urban) hingga delapan pesawat (regional), dengan sistem antrian charging dan turnaround cepat.
2. Charging dan Energi
- Pengisian Cepat: DC fast charging 300–1.000 kW, waktu pengisian <30 menit. Diperlukan sistem pendingin cair dan manajemen kabel yang aman.
- Microgrid dan Energi Terbarukan: Integrasi PV dan BESS dapat mengurangi tagihan listrik hingga 70% dan emisi GHG, serta meningkatkan resiliensi sistem.
3. Maintenance dan Sertifikasi
- Maintenance Hub: Fasilitas perawatan sistem propulsi, baterai, dan kontrol harus memenuhi standar sertifikasi internasional (DO-178C, DO-254, DO-160G).
- Pelatihan SDM: Diperlukan pusat pelatihan khusus untuk teknisi, pilot, dan operator vertiport sesuai standar global.
Model Bisnis dan Potensi Pasar: Taksi Udara, Kepemilikan Pribadi, Logistik
1. Taksi Udara dan Urban Air Mobility
- Taksi Udara: Model bisnis utama adalah layanan ride-sharing point-to-point di kota besar, menghubungkan pusat bisnis, bandara, dan kawasan strategis. Harga tiket diperkirakan US$ 2,25–11 per mil, setara atau sedikit lebih mahal dari layanan black car livery service.
- Kepemilikan Pribadi: Masih terbatas karena harga unit tinggi (US$ 300.000–2 juta), regulasi, dan kebutuhan pelatihan khusus.
- Logistik dan Kargo: eVTOL juga digunakan untuk pengiriman barang bernilai tinggi, logistik cepat antar pulau, dan layanan medis darurat di daerah terpencil.
2. Potensi Pasar Global dan Indonesia
- Pasar Global: Nilai pasar air taxi global diperkirakan tumbuh dari US$ 1,3 miliar (2024) menjadi US$ 7,7 miliar (2033), CAGR 21,7%.
- Asia Tenggara dan Indonesia: Potensi besar di Indonesia karena geografi kepulauan, kebutuhan konektivitas antar pulau, dan kemacetan di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bali.
- Studi Kasus Jakarta: UAM dapat mengurangi kemacetan, mempercepat perjalanan bandara–CBD (8–10 menit), dan membuka rute strategis seperti Jakarta–Bandung, Bali–Lombok, Makassar–Ambon.
Isu Keselamatan, Kebisingan, dan Lingkungan
1. Keselamatan
- Redundansi Sistem: eVTOL harus mampu mendarat aman jika terjadi kegagalan motor atau sistem kontrol. Standar sertifikasi mengharuskan fail-operational dan deteksi kegagalan real-time.
- Kondisi Cuaca: Sistem navigasi dan kontrol harus mampu menghadapi cuaca tropis, turbulensi, dan visibilitas rendah, terutama di Indonesia.
2. Kebisingan
- Lebih Senyap dari Helikopter: Studi Eve Air Mobility menunjukkan tingkat annoyance eVTOL jauh lebih rendah dibanding helikopter, terutama saat flyover di ketinggian 300 meter. Namun, kebisingan saat take-off/landing tetap menjadi perhatian, terutama jika eVTOL terlihat oleh warga.
- Mitigasi: Penempatan vertiport, optimasi rute, dan desain propulsi (ducted fan, distributed electric propulsion) dapat mengurangi dampak kebisingan.
3. Lingkungan
- Emisi Nol: eVTOL listrik tidak menghasilkan emisi karbon langsung, mendukung target net zero emission dan pengurangan polusi udara di kota besar.
- Beban Jaringan Listrik: Adopsi massal dapat membebani jaringan listrik, sehingga integrasi energi terbarukan dan microgrid menjadi solusi penting.
Teknologi Pendukung: Navigasi, Deteksi Tabrakan, Komunikasi V2X
- Navigasi: GNSS, radar, kamera, dan sensor LiDAR digunakan untuk navigasi presisi tinggi dan deteksi hambatan di koridor UAM.
- Deteksi Tabrakan: Sistem detect-and-avoid berbasis LiDAR dan SOCP mampu mendeteksi dan menghindari hambatan secara real-time, penting untuk operasi otonom di wilayah urban padat.
- Komunikasi V2X: Komunikasi antar kendaraan (vehicle-to-vehicle) dan antara kendaraan–infrastruktur (vehicle-to-infrastructure) mendukung manajemen lalu lintas udara digital dan integrasi dengan sistem transportasi darat.
Skenario Adopsi dan Prediksi Realistis Kapan Mobil Terbang Bisa Digunakan Umum
1. Prediksi Global
- 2025–2028: Uji coba terbatas dan layanan komersial terbatas di kota besar (Tokyo, Dubai, Singapura, Guangzhou, Dallas, Los Angeles). Sertifikasi tipe mulai diperoleh (EHang, Volocopter, Joby, Archer).
- 2028–2030: Layanan taksi udara mulai beroperasi di beberapa kota besar dengan infrastruktur vertiport dan regulasi matang. Harga tiket masih premium, akses terbatas pada segmen menengah atas dan bisnis.
- 2030–2035: Adopsi lebih luas, harga unit dan tiket mulai turun seiring skala produksi dan inovasi baterai. Integrasi dengan transportasi multimoda dan perluasan ke rute regional dan antar pulau.
2. Prediksi untuk Indonesia
- 2025–2028: Uji coba dan demonstrasi di Jakarta, IKN, dan kota besar lain. Sertifikasi dan regulasi nasional mulai disusun. Kolaborasi dengan produsen global dan startup lokal (Vela Aero, Geely/Aerofugia).
- 2028–2030: Layanan komersial terbatas (taksi udara, logistik cepat) di rute strategis (Jakarta–Soetta, Bali–Lombok, Makassar–Ambon). Harga tiket masih premium, fokus pada segmen bisnis dan wisatawan.
- 2030–2035: Ekspansi ke rute antar pulau, integrasi dengan transportasi darat dan laut, harga mulai terjangkau kelas menengah, didukung oleh ekosistem baterai dan charging nasional.
Perbandingan Teknologi: eVTOL Multicopter, Tilt-Rotor, Lift+Cruise, Convertible
| Tipe eVTOL | Kelebihan | Kekurangan | Contoh Produk |
|---|---|---|---|
| Multicopter | Stabil, desain sederhana, aman | Jarak pendek, efisiensi rendah | EHang, Volocopter |
| Tilt-rotor | Efisien hover & cruise, fleksibel | Kompleksitas mekanik tinggi | Joby S4, Archer |
| Lift+Cruise | Kompromi hover & cruise | Berat, efisiensi sedang | Lilium, Eve, Autoflight |
| Vectored Thrust | Efisiensi tinggi, jangkauan jauh | Konsumsi energi tinggi saat hover | Lilium Jet |
| Convertible | Bisa di jalan & udara | Berat, kompromi desain | Terrafugia Transition |
Analisis: Multicopter cocok untuk misi urban jarak pendek, tilt-rotor dan lift+cruise untuk rute antar kota/antar pulau, vectored thrust untuk regional, convertible untuk niche market.
Perbandingan Perusahaan: Spesifikasi, Kapasitas, Jangkauan, Status Sertifikasi
| Perusahaan | Model | Kapasitas | Jangkauan | Kecepatan | Status Sertifikasi | Harga Perkiraan |
|---|---|---|---|---|---|---|
| Joby Aviation | S4 | 4+1 | 150–200 km | 200 km/jam | Proses FAA | US$ 1,5–2 juta |
| Archer Aviation | Midnight | 4+1 | 30–50 km | 150 mph | Proses FAA | US$ 1,5–2 juta |
| Lilium | Lilium Jet | 6+1 | 155 km | 175 mph | Proses EASA | US$ 2–3 juta |
| Volocopter | VoloCity | 2 | 22 km | 110 km/jam | Proses EASA | US$ 300–500 ribu |
| EHang | EH216-S | 2 | 21 km | 130 km/jam | Sertifikat CAAC | US$ 300–400 ribu |
| Vela Aero | Alpha | 4+1 | 100–500 km | 250 km/jam | Target 2028 | US$ 1,5–2 juta |
Biaya, Harga Perkiraan, dan Aksesibilitas untuk Konsumen
- Harga Unit: US$ 300.000–2 juta untuk model urban, hingga US$ 3 juta untuk regional/hybrid.
- Harga Tiket: US$ 2,25–11 per mil (Rp 35.000–170.000/km), setara atau sedikit lebih mahal dari layanan black car livery service. Untuk rute Jakarta–Soetta (30 km), tiket diperkirakan Rp 1–2 juta sekali jalan.
- Aksesibilitas: Awal adopsi terbatas pada segmen menengah atas, bisnis, dan wisatawan. Skala ekonomi dan inovasi teknologi diharapkan menurunkan harga dalam 5–10 tahun ke depan.
Potensi Penerapan di Indonesia: Rute, Manfaat untuk Kepulauan, Tantangan Lokal
1. Rute Potensial
- Urban: Jakarta–Soekarno Hatta, Sudirman–Cikarang, Bali–Lombok, Surabaya–Gresik.
- Antar Pulau: Makassar–Ambon, Manado–Bitung, Batam–Tanjung Pinang.
- Wisata: Jakarta–Kepulauan Seribu, Bali–Nusa Penida, Labuan Bajo–Pulau Komodo.
2. Manfaat
- Mengurangi Kemacetan: Potensi pengurangan kemacetan hingga 30% di kota besar.
- Konektivitas Daerah Terpencil: Mempercepat akses ke pulau-pulau kecil dan daerah terpencil, mendukung pembangunan ekonomi dan pariwisata.
- Layanan Darurat: Transportasi medis, logistik cepat, dan bantuan bencana di wilayah sulit dijangkau.
3. Tantangan Lokal
- Infrastruktur: Keterbatasan jaringan listrik, vertiport, dan fasilitas maintenance di luar kota besar.
- Regulasi dan Koordinasi: Tumpang tindih perizinan, koordinasi antar kementerian, dan kekosongan standar nasional.
- Cuaca Tropis: Hujan deras, angin kencang, dan turbulensi urban menuntut sistem kontrol dan navigasi adaptif.
Kasus Uji dan Studi Lapangan: Tokyo, Dubai, Singapura, Guangzhou
- Tokyo & Osaka: Uji coba SkyDrive SD-05/SD-07 di Expo 2025 Osaka dan Osakako Vertiport, menarik ribuan penonton dan memperkuat penerimaan publik.
- Dubai: Demonstrasi Volocopter dan EHang dalam program transportasi udara publik, menandai kesiapan infrastruktur dan regulasi di Timur Tengah.
- Singapura: Volocopter dan EHang melakukan uji coba di kawasan Marina Bay, didukung oleh pemerintah dan otoritas penerbangan sipil.
- Guangzhou: XPeng AeroHT memamerkan berbagai prototipe eVTOL di Smart Flight Future Camp, menampilkan integrasi dengan kendaraan listrik darat.
Aspek Hukum dan Asuransi: Tanggung Jawab Kecelakaan, Sertifikasi Pilot
- Tanggung Jawab: Regulasi harus mengatur siapa yang bertanggung jawab dalam kecelakaan (produsen, operator, pengembang perangkat lunak, atau pilot) serta standar asuransi wajib.
- Sertifikasi Pilot: Standar pelatihan dan lisensi pilot eVTOL harus disesuaikan dengan tingkat otonomi dan kompleksitas kendaraan.
- Asuransi: Model asuransi baru diperlukan untuk menanggung risiko kecelakaan, kerusakan properti, dan tanggung jawab pihak ketiga.
Rencana Penelitian dan Pengembangan untuk Indonesia (Roadmap Rekomendasi)
- Regulasi dan Sandbox: Bentuk regulatory sandbox di Jakarta dan IKN untuk uji coba eVTOL dan vertiport, susun standar nasional berbasis referensi FAA/EASA.
- Infrastruktur: Bangun vertiport modular di pusat bisnis, bandara, dan kawasan wisata strategis. Integrasikan microgrid dan energi terbarukan untuk charging eVTOL.
- SDM dan Pelatihan: Dirikan pusat pelatihan pilot, teknisi, dan operator vertiport sesuai standar global.
- Kolaborasi Internasional: Gandeng produsen global (Geely, SkyDrive, Volocopter) dan startup lokal (Vela Aero) untuk transfer teknologi dan investasi.
- Riset Teknologi Tropis: Kembangkan sistem kontrol toleran gangguan untuk cuaca tropis, navigasi adaptif, dan maintenance berbasis AI.
- Roadmap Adopsi: Targetkan layanan komersial terbatas pada 2028–2030, ekspansi ke rute antar pulau dan regional pada 2030–2035.
Kesimpulan
Mobil terbang bukan lagi sekadar mimpi, melainkan kenyataan yang mulai mengubah lanskap transportasi global. Perkembangan teknologi eVTOL, kemajuan regulasi, dan investasi besar-besaran telah membawa mobil terbang ke ambang adopsi komersial di kota-kota besar dunia. Tantangan teknis (baterai, propulsi, keselamatan), regulasi, dan infrastruktur masih besar, namun inovasi dan kolaborasi lintas sektor terus mendorong kemajuan.
Indonesia, dengan geografi kepulauan dan tantangan konektivitas, memiliki potensi besar untuk menjadi pasar utama mobil terbang di Asia Tenggara. Kolaborasi antara startup lokal, BUMN, dan produsen global, didukung oleh roadmap regulasi dan investasi infrastruktur, dapat mempercepat adopsi UAM di tanah air. Dalam 5–10 tahun ke depan, mobil terbang berpotensi menjadi solusi nyata untuk kemacetan, konektivitas antar pulau, dan layanan darurat di Indonesia.
Dengan pendekatan yang terintegrasi—regulasi adaptif, infrastruktur cerdas, SDM terlatih, dan inovasi teknologi—mobil terbang dapat menjadi bagian integral dari sistem transportasi nasional, membawa Indonesia ke era mobilitas udara masa depan yang lebih efisien, inklusif, dan berkelanjutan.
Baca Juga: AI untuk UMKM Otomotif Indonesia

